Kisah ini dimulai dengan Andi (bukan nama sebenarnya), seorang pekerja kantoran yang selalu sibuk. Suatu siang, ia merasa gemetar, lemas, dan kepalanya ringan seolah melayang. “Mungkin hanya karena lapar,” pikirnya, namun segelas teh manis tak membuat gejala itu hilang. Andi tidak tahu, ia tengah mengalami kekurangan gula darah atau hipoglikemia—sebuah kondisi yang sering dianggap remeh, tetapi dapat membahayakan jika tidak diatasi dengan benar.
Mari kita selami lebih jauh, apa sebenarnya kekurangan gula darah, mengapa bisa terjadi, dan apa yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya?
Apa Itu Kekurangan Gula Darah dan Siapa yang Rentan?
Hipoglikemia akan terjadi ketika kandungan gula dalam darah (glukosa) di tubuh turun di bawah 70 mg/dL. Glukosa adalah bahan bakar utama tubuh, terutama otak. Ketika suplai ini berkurang, tubuh mulai memberikan tanda bahaya seperti gemetar, lemas, hingga kehilangan kesadaran dalam kasus yang ekstrem.
Siapa saja dapat mengalami kondisi ini, tetapi beberapa kelompok dibawah ini lebih besar resiko mengalaminya, seperti:
- Penderita diabetes yang menggunakan suntik insulin atau obat pengendali gula darahnya.
- Orang yang sering melewatkan makan atau menjalani diet ekstrem.
- Mereka yang mengonsumsi alkohol berlebihan.
- Orang dengan gangguan hormonal tertentu.
Menurut laporan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 10-20% pasien diabetes melaporkan mengalami hipoglikemia berat setidaknya sekali dalam setahun. Sayangnya, kondisi ini juga bisa dialami oleh mereka yang tidak menderita diabetes, terutama jika pola makan mereka tidak teratur.
Baca Juga : Menjaga Gula Darah dengan Diabetes Melitus Guidelines untuk Hidup Lebih Berkualitas
Mengapa Hipoglikemia Bisa Berbahaya?
Hipoglikemia lebih dari sekadar rasa lapar. Dalam jangka pendek, kekurangan gula darah dapat menyebabkan kecelakaan akibat penurunan konsentrasi. Data dari National Highway Traffic Safety Administration menunjukkan bahwa hipoglikemia menjadi salah satu faktor risiko kecelakaan lalu lintas di Amerika Serikat.
Jika tidak ditangani, efek jangka panjangnya juga berbahaya. Kekurangan gula darah dapat merusak fungsi otak. Karenanya otak bergantung pada glukosa sebagai sumber energi utama. Dalam beberapa kasus, hipoglikemia berulang dapat meningkatkan risiko gangguan ingatan di masa depan.
Cara Mengatasi dan Mencegah Kekurangan Gula Darah
1. Pola Makan yang Stabil
Makan teratur setiap 3 sampai 4 jam dalam upaya untuk menjaga kadar gula darah stabil. Pertimbangkan untuk memilih makanan yang memiliki indeks glikemik rendah, seperti beras Amandia. Beras ini dirancang khusus untuk mengurangi lonjakan gula darah, sehingga sangat cocok bagi Anda yang ingin menikmati nasi tanpa khawatir gula darah menurun drastis setelahnya.
2. Waspadai Gejala Dini
Jangan abaikan tanda-tanda seperti pusing, lemas, atau keringat dingin. Bawa selalu camilan kecil yang mengandung karbohidrat kompleks untuk mengembalikan gula darah Anda dengan cepat.
3. Hindari Alkohol Berlebihan
Alkohol dapat mengganggu kemampuan hati untuk melepaskan glukosa ke dalam darah, sehingga memicu hipoglikemia, terutama jika Anda tidak makan sebelumnya.
Baca Juga : Mengungkap Misteri Resistensi Insulin yang Jarang Diketehaui
Dengarkan Tubuh Anda dan Komunikasilah
Kisah Andi mengingatkan kita betapa pentingnya mengenali tanda-tanda kekurangan gula darah. Hipoglikemia atau kekurangan gula dalam darah tidak hanya menyerang penderita diabetes, tetapi juga siapa saja yang mengabaikan pola makan sehat. Jangan biarkan tubuh Anda berbicara dengan “alarm diam-diam” seperti ini. Dengarkan tubuh anda dan beri bahan bakar yang tepat agar tetap berfungsi optimal.
Jika Anda ingin menjaga gula darah tetap stabil tanpa mengorbankan kesenangan makan nasi, pertimbangkan beras Amandia. Indeks glikemik rendahnya memastikan energi Anda tetap stabil sepanjang hari. Pesan sekarang juga beras Amandia dari Ekafarm di nomor +62 811 2640 150 dan dapatkan penawaran menarik dari kami.
Bagaimana Anda menjaga kadar gula darah tetap stabil? Apa tips favorit Anda?
Pernah merasakan langsung dampak diabetes dalam keluarga, kini berbagi kisah inspiratif untuk mencegah orang lain mengalami hal serupa. Mari bersama wujudkan hidup sehat dan bebas diabetes!